SEJARAH SINGKAT KESULTANAN SAMBAS

  Kesultanan Sambas seperti yang disebutkan oleh Pabali Musa bila ditinjau berdasakan Salsilah didirikan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1040 M. Namun menurut Machrus Effendy bahwa kesultanan Sambas berdiri sekitar tahun 1612 M. Tetapi belum ada kesepakatan para sejarawan Sambas  tentang  tahun masehi berdirinya kesultanan Sambas.  Apabila  dikonversi dalam tahun masehi, maka sekitar tahun 1630 M.
    Nama kesultanan Sambas menurut Raden Muchin Panji Anom PangeranTemenggug Jaya  Kesuma (kerabat kerajaan), dalam laporan tentang  "Kontrol dan riwayat Raja-raja Sambas" tanggal 5  Januari  1951   menyebutkan tentang  nama  Kesultanan Sambas sebagai berikut: "Menurut  riwayat yang tercantum di lembaran Kitab Sejarah,  kerajaan bahwa raja-raja di Kerajaan Sambas   berasal-usul dari pancaran negeri tiga serangkai   yakni Brunai, Sukadana dan Sambas di masa pemerintahan Majapahit.
    Kerajaan Sambas sebelum kedatangan Raja  Tengah  dari  Brunai  dalam  membawa    pengaruh Islam, Kerajaan Sambas pada masa itu diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Sepudak. Ratu Sepudak dikatakan berasal dari    keturunan tentara Majapahit, yang berkedudukan     di kota lama. Sekarang daerah ini merupakan    kecamatan Galing, Kabupaten Sambas.
   Berakhirnya  kekuasaan  Ratu Sepudak  menjelang permulaan Zaman VOC ( Verenigde Oostz Compagnie) lebih kurang dalam tahun 1600 M. Sejarah berdirinya Kesultanan Sambas di tandai dengan pemindahan kekuasaan secara damai dari penguasa  Hindu  kerajaan  Sepudak  kepada penguasa Islam Raden Sulaiman bergelar Raja Tengah. Pemindahan kekuasaan yang dilakukan melalui jalur perkawinan antara putri Ratu Sepudak yang bernama Raden Mas Ayu Bungsu dengan   Raden  Sulaiman. Pada masa pemerintahan Ratu Sepudak sistem birokrasi Keralaan Sambas ketika itu adalah menurut adat istiadat kerajaaan turun-temurun. 
    Bahwa telah menjadi kebiasaan dari sejak dahulu dan seterusnya untuk menentukan pengganti  raja  hanya cukup  bermusyawarah dengan  lingkungan keluarga raja dan kaum bangsawan  tanpa  melibatkan rakyat banyak. Merekalah yang memutuskan dan menetapkan sedangkan rakyat  wajib  menerima  dan mentaatinya. Akhirnya Raden Sulaiman dapat mewarisi Kerajaan Sambas dan menjadi raja Islam pertama  dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiudin I. Menjadikan Kerajaan Sambas Hindu berubah menjadi kerajaan Islam dengan menjadi Kesultanan Sambas.
   Sejak awal tahun 1600 M, agama Islam sudah berkembang di Sambas yang dibawa oleh Raden Sulaiman. Sepanjang perjalanan sejarahnya Kesultanan Sambas memiliki lima tempat atau kota bersejarah sebagai tonggak awal kelahirannya  sehingga akhirnya menjadi kesultanan besar. Mula- mula di Kota Bangun atau Muara Tebangun,  merupakan tempat pertama kalinya Raja Tengah  ayah Raden Sulaiman singgah dan kemudian  membangun perkapungan.
    Ditempat ini pula Ratu Anom Kusuma Yudha menyerahkan tahta kerajaan Hindu Sambas secara damai dan sukarela kepada   Raden Sulaiman sultan pertama Sambas. Kemudian Kota Lama, merupakan Ibukota atau pusat pemerintahan Kerajaan Sambas Tua   yang masih menganut pengaruh Animis-Hindu yaitu Kerajaan Ratu Sepudak yang berpusat   Kecamatan Galing.
Selanjutnya, Kota Bandir,  daerah hulu sungai Subah yang merupakan tempat Raden Sulaiman mengasingkan diri setelah    meninggalkan Kerajaan Ratu Sepudak dan juga selama sekitar tiga  tahun menjadi  pusat pemerintahan transional Kerajaan Sambas yang diamanahkan oleh Ratu Sepudak kepada Raden Sulaiman. Berikutnya Lubuk Madung daerah    disamping  Sungai Teberau merupakan ibukota    pertama Kesultanan IsIam Sambas dan disini    Raden Sulaiman dinobatkan menjadi penguasa   pertama  dengan  gelar  Sultan  Muhammad    Tsafiuddin I. Terakhir Muara Ulakan tempat ini   dijadikannya   sebagai   pusat   pemerintahan   Kesultanan Sambas sejak masa kekuasaan Raden   Bima, dan tempat ini masih dapat disaksikan   hingga sekarang ini yang berada daIam Desa   Dalam Kaum.
Kesultanan Sambas dikatakan Pabali Musa,  pernah eksis di bumi Khatulistiwa selama kurang  tiga abad (1630-1943). Sepanjang itu diperintah oleh  15 orang keturunan sultan mulai dari sultan  Muhammad Tsyafiuddin I (1612) sampai sulthan  terakhir Muhammad Mulia Ibrahim Tsyafiuddin  (1943). Masa pemerintahan terakhir yaitu Raden  Mulia Ibrahim bin pangeran Adipati Ahmad bin Marhum Cianjur, disebut Sultan Mulia Ibrahim yang berkuasa 1931-1943.72 Masa pemerintahan Sultan Mulia Ibrahim Tsyafiuddin baginda telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan agama Islam dengan jalan menyebar luaskan ajaran-ajaran agama Islam di dalam maupun di Juar kota Sambas sampai kepelosok kampung.        Kemudian   SuItan   Mulia   lbrahimTsyafiuddin mendirikan mujid Jami' atau masjid Agung di dalam kota, diikuti oleh rakyat dengan mendirikan masjid-masjid atau surau-surau dan madrasah di seluruh kampung. Pemberantasan buta huruf Arab Jawi dan huruf Latin, menyebarluaskan pengertian seIuk-beIuk agama Islam dan menghidupkan atau menguatkan hukum-hukum agama Islam dan hukum adat, semua ini merupakan usaha SuItan dalam mengembangkan agama Islam dan kelestarian adat.
Kesultanan Sambas pernah mencapai puncak kebesarannya pada awaI abad ke-20 dengan sebutan "Serambi Mekah" kejayaan yang berdirikan keilmuan Islam dengan corak reformisme pada saat Maharaja Imam Sambas di jabat oIeh Muhammaad Basyuni Imran. Pada tahun 1931 pengangkatan  Muhammad Basiuni Imran di tetapkan sebagai Maharaja Imam, keberadaan IsIam dan penganut Islam daIam Kota Sambas dan  sekitarnya masa itu belum berkembang. Bukan karena penduduknya sedikit, akan tetapi juga terdapat perimbangan dengan agama lain yang non Islam. Di antaranya ialah agama Budha dan Kong Hu Cu yang di peluk oleh sebagian besar penduduk asing Cina demikian juga dengan agama Katholik dan mereka yang memeluk agama kepercayaan  animisme yang berada didaerah pedalaman. Bagi ulama keadaan yang sedemikian merupakan suatu tantangan yang mesti dihadapi. IsIam yang mengandung iman dan taqwa harus pula  disebarluaskan   dengan memperbanyak  dakwah dan muballigh kepada penduduk yang masih buta agama. Perkembangan Islam di masyarakat Sambas hanya pada lingkungan masyarakat Melayu yang bermukim di pesisir tepi sungai Sambas, perkembangan Islam belum begitu merata ke daerah pedalaman Sambas.

Komentar